Pertempuran antara Israel dan Kelompok Hamas, yang menguasai Gaza,
sebenarnya adalah rangkaian dari sebuah konflik panjang yang berakar
sejak lama. Bahkan jika dirunut lagi ke belakang, konflik dua bangsa ini
sudah terjadi di zaman para nabi. Masih ingat kisah Daud melawan
Goliat? Nah, Goliat itu adalah perwakilan bangsa Filistin yang
kemungkinan besar adalah nama kuno bangsa Palestina. Jadi, bisa
dibayangkan betapa kunonya konflik kedua bangsa ini.
Namun, berbicara soal konflik modern Israel-Palestina mungkin bisa
dirunut hingga akhir abad ke-19, sebelum pecahnya Perang Dunia I. Saat
itu, Timur Tengah merupakan wilayah kekuasaan Kekaisaran Ottoman Turki
selama lebih dari 400 tahun. Menjelang akhir abad ke-19, Palestina atau
saat itu disebut Suriah Selatan dipecah menjadi Provinsi Suriah, Beirut,
serta Jerusalem oleh penguasa Ottoman.
Saat itu Palestina
didominasi warga Arab Muslim dengan sedikit warga Kristen Arab, Druze,
Sirkasian, dan Yahudi. Meski hidup di bawah penjajahan bangsa Turki,
tetapi kehidupan di kawasan ini bisa dikatakan jauh dari konflik dan
kekerasan.
Sementara itu, nun di Benua Biru, warga Yahudi yang
banyak tersebar di Eropa Tengah dan Eropa Timur sudah sejak lama
memimpikan "kembali ke Zion" atau sederhananya adalah kembali ke tanah
yang dijanjikan Tuhan. Namun, imigrasi ke Palestina atau yang mereka
sebut sebagai Tanah Israel baru dilakukan secara sendiri-sendiri atau
kelompok-kelompok kecil dan niat mendirikan sebuah negara Yahudi belum
tebersit.
Niat mendirikan negara Yahudi muncul sekitar 1859-1880
ketika gelombang anti-Semit mulai melanda Eropa dan Rusia. Inilah yang
memicu terbentuknya Gerakan Zionisme pada 1897. Gerakan ini menginginkan
pembentukan sebuah negara Yahudi sebagai suaka untuk semua bangsa
Yahudi di berbagai pelosok dunia. Kelompok ini pernah mempertimbangkan
beberapa lokasi di Afrika dan Amerika sebelum akhirnya memilih Palestina
sebagai tujuan akhir.
Seperti disinggung di atas, Palestina saat
itu masih berupa kawasan yang menjadi kekuasaan Kekaisaran Ottoman
Turki. Gerakan Zionisme yang didukung Dana Nasional Yahudi kemudian
mendanai pembelian tanah di Palestina yang masih menjadi jajahan Ottoman
Turki untuk pembangunan permukiman para imigran Yahudi. Gelombang
imigrasi Yahudi, setelah terbentuknya Organisasi Zionis Dunia, kini
menjadi lebih terorganisasi dengan tujuan yang jauh lebih jelas di masa
mendatang.
Pada awalnya, imigrasi warga Yahudi ke Palestina tidak
menimbulkan masalah di Palestina. Namun, dengan semakin banyaknya
imigran Yahudi yang datang, semakin banyak pula tanah yang dibutuhkan
untuk pembangunan permukiman. Konflik dan sengketa perebutan tanah tak
jarang terjadi antara kedua bangsa ini.
Semakin meningkatnya
jumlah imigran Yahudi di Palestina ternyata juga membuat Kekaisaran
Ottoman khawatir. Namun, kekhawatiran mereka lebih didasari fakta bahwa
kebanyakan imigran Yahudi itu datang dari Rusia yang adalah musuh utama
Ottoman dalam perebutan kekuasaan di kawasan Balkan.
Ottoman
khawatir para pendatang Yahudi dari Rusia ini akan menjadi perpanjangan
tangan negeri asalnya untuk melemahkan kekuasaan Ottoman di Timur
Tengah. Sehingga, kekerasan pertama yang menimpa para imigran Yahudi
pada 1880-an di Palestina—khususnya yang dilakukan Turki Ottoman—adalah
karena mereka dianggap sebagai bangsa Rusia atau Eropa, bukan karena
mereka adalah Yahudi.
Langkah menentang imigran Yahudi pun
dilakukan para penduduk lokal, khususnya warga Arab. Mereka mulai
memprotes akuisisi tanah oleh pendatang Yahudi. Atas aksi protes ini
akhirnya Kekaisaran Turki Ottoman menghentikan penjualan tanah kepada
para imigran dan orang asing. Meski demikian, pada 1914 jumlah warga
Yahudi di Palestina sudah berjumlah 66.000 orang, separuhnya adalah para
pendatang baru. (bersambung)
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !