Jakarta - Tidak terima di-drop out (DO), dr Purnanto
yang juga calon dokter spesialis orthopedi menggugat almamaternya
sendiri. Purnanto mengambil langkah hukum, lantaran surat pencabutan
ketidaklulusannya tidak dijawab dalam kurun waktu empat bulan.
Hal
ini terungkap dalam salinan putusan kasasi yang dilansir website
Mahkamah Agung (MA), Senin (26/11/2012). Dalam berkas tersebut
dikisahkan ketika dr Purnanto mengikuti program pendidikan spesialis di
Universitas Airlangga (Unair), Surabaya sejak Januari 2006 lalu.
Tetapi
nahas, pada semester V calon dokter spesialis orthopedi ini dinyatakan
tidak lulus oleh Unair. Karena tidak lulus, pihak kampus mengirim surat
pemberhentian mahasiswanya itu pada Maret 2009.
Tetapi dr
Purnanto menolak surat pemberhentian tersebut. Alasannya, pihak kampus
tidak memberikan rincian nilai yang menyebabkan dirinya tidak lulus.
Bulan depannya pada April 2009, pihak kampus mengeluarkan rincian
nilainya, dan memang benar bahwa dr Purnanto nilainya kurang.
Purnanto
pun segera melayangkan somasi kepada Unair, tetapi hingga 4 bulan tak
mendapat jawaban. Alhasil Purnanto menggugat almamaternya ke Pengadilan
Tata Usaha Negara (PTUN) Surabaya.
Dia mengajukan gugatan karena
surat pemberhentian kepada dirinya bersifat fiktif lantaran tidak
mendapat jawaban oleh pihak Unair. Tetapi apa daya, 10 Agustus 2010 lalu
majelis hakim PTUN Surabaya menolak gugatan tersebut.
"Menolak
gugatan Penggugat terhadap keputusan fiktif negatif yang merupakan
penolakan Tergugat atas permohonan Penggugat tanggal Desember 2009
Perihal Permohonan Pencabutan Surat Keputusan KPS Orthopaedi," demikian
bunyi putusan PTUN Surbaya.
Tidak puas di tingkat PTUN, Purnanto
mengajukan memori banding. Lagi-lagi memori banding tertanggal 11
Januari 2011 tetap ditolak oleh PTUN Surabaya. Langkah hukum pun
terakhir ditempuh, 14 Februari 2011 Purnanto mengajukan memori kasasi.
Tetapi angin segar belum berpihak pada Purnanto.
Sebab majelis
menolak memori kasasi Purnanto. "Menolak permohonan kasasi dari Pemohon
Kasasi dr Purnanto," bunyi putusan kasasi yang diketuk oleh ketua hakim
majelis kasasi Imam Soebechi.
Sidang kasasi yang diketuk 4
Agustus 2011 silam juga diketok hakim agung Supandi dan Ahmad Sukardja.
Majelis menolak alasan kasasi karena Purnanto telah gagal lulus 2 kali
ujian dan memiliki IP dibawah standar. Sebagaimana dimaksud IP standar
yang diterapkan ialah 2,75.
Kini sirna harapan Purnanto untuk
mendapat gelar spesialis orthopedi. Dia juga harus membayar biaya
sebesar Rp 500 ribu untuk membiayai perkara ini.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !